-->

Jumat

Eksistensi Jin

Tema Jin, Setan, dan Iblis masih menyisakan kontroversi hingga kini. Namun yang jelas, eksistensi mereka diakui dalam syariat. Sehingga, jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan risalah yang umum dan menyeluruh. Tidak hanya untuk kalangan Arab saja namun juga untuk selain Arab. Tidak khusus bagi kaumnya saja, namun bagi umat seluruhnya. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutusnya kepada segenap Ats-Tsaqalain: jin dan manusia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا

“Katakanlah: `Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً

“Adalah para nabi itu diutus kepada kaumnya sedang aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhuma)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا أَجِيْبُوا دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوْبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ

“Dan ingatlah ketika Kami hadapkan sekumpulan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur`an. Maka ketika mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: `Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)’. Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: `Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan setelah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan jalan yang lurus. Wahai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan lepas dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata’.” (Al-Ahqaf: 29-32)

Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan kaum muslimin yang mengingkari keberadaan jin. Demikian pula mayoritas kaum kuffar meyakini keberadaannya. Ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani pun mengakui eksistensinya sebagaimana pengakuan kaum muslimin, meski ada sebagian kecil dari mereka yang mengingkarinya. Sebagaimana ada pula di antara kaum muslimin yang mengingkarinya yakni dari kalangan orang bodoh dan sebagian Mu’tazilah.
Jelasnya, keberadaan jin merupakan hal yang tak dapat disangkal lagi mengingat pemberitaan dari para nabi sudah sangat mutawatir dan diketahui orang banyak. Secara pasti, kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat masih mengingkari keberadaan jin. Dan dalam hal inipun Muhammad Rasyid Ridha telah keliru. Dia mengatakan: “Sesungguhnya jin itu hanyalah ungkapan/ gambaran tentang bakteri-bakteri. Karena ia tidak dapat dilihat kecuali dengan perantara mikroskop.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu)
Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Karena jin lebih dulu ada, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mendahulukan penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk beribadah seperti halnya manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Jin, Setan, dan Iblis
Kalimat jin, setan, ataupun juga Iblis seringkali disebutkan dalam Al-Qur`an, bahkan mayoritas kita pun sudah tidak asing lagi mendengarnya. Sehingga eksistensinya sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak lagi diragukan, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tinggal persoalannya, apakah jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat?
Yang pasti, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu 'anha)
Adapun Iblis, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentangnya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api. Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan 793)
Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Siapakah Iblis?1
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin.
Pendapat pertama menyatakan bahwa iblis berasal dari jenis jin. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu. Beliau menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini beliau sebutkan dalam kitab tersebut. Secara ringkas, dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:

لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ

“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)
2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.”
Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah malaikat. Ulama yang memegang pendapat ini menyatakan: “Ini adalah nash Al-Qur`an yang tegas dalam masalah yang diperselisihkan ini.” Beliau juga menyatakan: “Dan hujjah yang paling kuat dalam masalah ini adalah hujjah mereka yang berpendapat bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang menyatakan bahwa iblis dari malaikat, menurut Al-Qurthubi, adalah pendapat jumhur ulama termasuk Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma. Alasannya adalah firman Allah:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain berupa beberapa riwayat Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, insya Allah, karena kuatnya dalil mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua (yakni surat Al-Baqarah ayat 34), sebenarnya ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa iblis dari malaikat. Karena susunan kalimat tersebut adalah susunan istitsna` munqathi’ (yaitu yang dikecualikan tidaklah termasuk jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul iblis, itu adalah cerita Israiliyat. Ibnu Katsir menyatakan: “Dan dalam masalah ini (asal-usul iblis), banyak yang diriwayatkan dari ulama salaf. Namun mayoritasnya adalah Israiliyat (cerita-cerita dari Bani Israil) yang (sesungguhnya) dinukilkan untuk dikaji –wallahu a’lam–, Allah lebih tahu tentang keadaan mayoritas cerita itu. Dan di antaranya ada yang dipastikan dusta, karena menyelisihi kebenaran yang ada di tangan kita. Dan apa yang ada di dalam Al-Qur`an sudah memadai dari yang selainnya dari berita-berita itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa yang disebutkan para ahli tafsir dari sekelompok ulama salaf, seperti Ibnu ‘Abbas dan selainnya, bahwa dahulu iblis termasuk pembesar malaikat, penjaga surga, mengurusi urusan dunia, dan namanya adalah ‘Azazil, ini semua adalah cerita Israiliyat yang tidak bisa dijadikan landasan.” (Adhwa`ul Bayan, 4/120-121)

Siapakah Setan?2
Setan atau Syaithan (شَيْطَانٌ) dalam bahasa Arab diambil dari kata (شَطَنَ) yang berarti jauh. Ada pula yang mengatakan bahwa itu dari kata (شَاطَ) yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama lebih kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim:

الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain terhadap ayat itu, tapi itu adalah pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ

“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453)

Penggambaran Tentang Jin
Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)
Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:

ابْغِنِي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟ قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا

“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: “Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, dalam riwayat Muslim disebutkan: “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”, ed)

Gambaran Tentang Iblis dan Setan
Iblis adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal kata al-iblaas yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيْسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Malah dengan analoginya yang menyesatkan, Iblis menjawab:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ

“Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Analogi atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang paling rusak. Qiyas ini adalah qiyas batil karena bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menyuruhnya untuk sujud. Sedangkan qiyas jika berlawanan dengan nash, maka ia menjadi batil karena maksud dari qiyas itu adalah menetapkan hukum yang tidak ada padanya nash, mendekatkan sejumlah perkara kepada yang ada nashnya, sehingga keberadaannya menjadi pengikut bagi nash.
Bila qiyas itu berlawanan dengan nash dan tetap digunakan/ diakui, maka konsekuensinya akan menggugurkan nash. Dan inilah qiyas yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar (bapak manusia) Adam dan vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita dengan firman-Nya:

يَابَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27)
Karena setan sebagai musuh kita, maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50)
Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya.

Rabu

Kiat Bisnis Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman Bin Auf adalah tokoh populer sebagai sosok sahabat Rasulullah SAW yang terkenal dengan kemandiriannya dalam berbisnis.

Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman Bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad Bin Rabi’ Al Anshori, salah seorang kaya yang pemurah di Madinah. Abdurrahman pernah ditawari Sa’ad untuk meilih salah satu dari dua kebunnya yang sangat luas. Tapi Abdurrahman menolaknya, Ia hanya minta kepada Sa’ad ditunjuki lokasi pasar di Madinah. Juga ditawari seorang istri dari dua istri yang dimiliki Sa’ad dan Ia juga menolaknya.

Dalam setiap pembahasan bisnis islam pasti tidak pernah lepas dari tokoh yang satu ini. Di dalam diri sahabat inilah kita bisa melihat karakter pebisnis yang patut diteladani. Disamping meiliki ketajaman bisnis yang menunjukkan sisi profesionalitasnya juga akhlaq yang merupakan cermin kepribadian seorang muslim.

Keistimewaan Abdurrahman Bin Auf

Abdurrahman Bin Auf, tokoh ini memiliki tiga macam keistimewaan sekaligus.

Pertama, Abdurrahman adalah seorang pengusaha kaya yang sangat dermawan. Beliau menyantuni para veteran perang badar dan menyantuni para janda Rasulullah. Beliau memberi makan anak yatim dan fakir miskin di Madinah.

Kedua, ia tercatat sebagai orang ke-8 yang masuk Islam dan termasuk dalam kategori assabiqunal awwalun (generasi awal yang masuk islam). Artinya, beliau sejak awal sudah membela perjuangan Rasulullah dengan segala macam kepedihan dan penderitaan. Ia dua kali ikut hijrah ke Habasyah (Ethopia) karena umat Islam diancam oleh kafir Quraisy.

Ketiga, Abdurrahman termasuk sepuluh orang sahabat yang dijamin Rasulullah bakal masuk syurga. Artinya, Abdurrahman Bin Auf adalah salah seorang sahabat yang punya kepribadian luar biasa dan namanya tercatat dalam sejarah Islam dengan tinta emas.

Kiat Sukses Abdurrahman Bin Auf

Abdurrahman selalu berada di empat tempat. Di Masjid untuk melakukan ibadah kepada Rob-Nya, di Pasar sedang berbisnis, kemudian di rumah bersama keluarganya dan di medan perang.

Seusai perang Badar, ia aktif kembali mengelola bisnisnya yang kian besar. Selama berperang, bisnisnya dikelola anak buahnya. Ia berjuang dengan ikhlash menegakkan islam dengan jiwa dan hartanya.

Kiat Bisnis Rosulullah SAW

Dalam berbisnis, umat Islam hendaknya menteladani sifat Rasulullah. Yakni siddiq, fathonah, amanah dan tabligh. Sifat siddiq, jelasnya, para pengusaha muslim harus bisa dipercaya, jujur. "Orang yang jujur pasti akan selamat,"
Seorang bisnismen muslim juga harus memiliki sifat Fathonah, yakni harus pintar. Termasuk di dalamnya pandai membaca peluang, dan manajemen. "Kalau tidak akan tertinggal dengan orang lain."
Sifat amanah harus dimiliki oleh pengusaha. Kalau tidak bisa menjaga amanah, bagaimana dia akan bertahan di tengah-tengah pergulatan bisnis.
Sedangkan sifat tabligh diwujudkan dalam kemampuan untuk berkomunikasi. Seorang pengusaha muslim harus bisa berkomunikasi dalam berbagai bahasa. Bagaimana mungkin tidak bisa berkomunikasi akan sukses menjalankan roda bisnisnya di level internasional.
Disamping itu K.H. Abdullah Gymnastiar atau yang lebih akrab dikenal dengan Aa Gym mempunyai kiat-kiat tersendiri dalam menjalankan usahanya. Sebagai orang yang belasan tahun menekuni kewirausahaan, mulai dari berjualan koran, menjadi salesman, hingga saat ini memegang jabatan sebagai presiden direktur PT. Manajemen Qolbu (MQ Corporation), yang memiliki lima anak perusahaan dengan 10 divisi usaha.

Kiat-kiat yang diterapkan Aa Gym didapat dari Rasulullah SAW, yang juga dikenal sebagai seorang pedagang yang tangguh, dikemas dalam istilah '7-B,' yaitu:
1. Beribadah dengan benar
2. Berakhlak baik
3. Belajar tiada henti
4. Bekerja dengan cerdas dan ikhlas
5. Bersahaja dalam hidup
6. Berbagi dengan sesama, dan
7. Bersihkan hati selalu.

Rumus lain tentang nilai-nilai bisnis dalam konsep manajemen qolbu dikemas dalam 'Bagi-mu Lima-mu.'
1. Mutu, karena setiap orang pasti menginginkan sesuatu yang bermutu.
2. Murah, pembeli senang kepada sesuatu yang murah.
3. Mudah, karena orang cenderung senang kepada kemudahan, baik dalam hal transaksi maupun pelayanan.
4. Mutakhir, karena pembeli suka sesuatu yang baru dan mutakhir.
5. Multimanfaat, yakni semakin banyak manfaat dalam suatu barang, barang tersebut akan disukai oleh pembeli.

Dirangkum dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat. Amin

Selasa

Rahib-rahib di Malam Hari

" Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Alloh.."(QS 9:100).

" Janganlah kalian mencaci sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya saja salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka hal itu belum bisa menyamai nilai satu atah setengah mud dari infak yang mereka keluarkan."
HR. Bukhori (3673) dan Muslim (2540).

" Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi sesudah mereka dan mereka lagi. "
HR. Bukhori (3650) dan Muslim (2535).

Potret Sholat Malam Abu Bakr r.a
Diriwayatkan dari Qotadah r.a, bahwa ia berkata, "Pada suatu malam, Nabi s.a.w keluar rumah (menuju masjid), dan ternyata beliau mendapati Abu Bakr r.a sedang mengerjakan sholat dengan merendahkan suaranya. Selanjutnya beliau melewati Umar r.a yang juga sedang mengerjakan sholat, namun dengan suara keras. Ketika keduanya berkumpul di sisi Nabi s.a.w, maka beliau bertanya, ' Wahai Abu Bakr, aku tadi melewati dirimu, sedang engkau mengerjakan sholat dengan melirihkan suaramu.' (Mengapa begitu?) Abu Bakr menjawab, ' Ya Rosulullah, sungguh aku telah cukup memperdengarkan munajatku kepada Alloh s.w.t.

Minggu

Adab - adab sholat malam

Mengambil petunjuk Nabi s.a.w didalam menunaikan sholat malam.

# Berniat Sholat Malam Ketika Menjelang Tidur
"Segala amal perbuatan itu berdasarkan niatnya."
HR. Bukhori (1) dan Muslim (1907).

"Barangsiapa mendatangi ranjangnya dalam keadaan berniat untuk bangun mengerjakan sholat di malam hari, kemudian ia tertidur hingga Shubuh, maka dituliskanlah untuknya pahala niat sholat malam tersebut, sedangkan tidurnya itu merupakan sedekah untuk dirinya dari Robbnya Azza Wajalla."
HR. Nasa'i (1786), Ibnu Majah (1344), dan Hakim (I/311).

# Berdzikir Ketika Bangun Tidur
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bin Abdirrohman bin Auf bahwa ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Aisyah rodhiyallahu anha, 'Dengan apa Nabi s.a.w biasanya membuka sholatnya jika beliau bangun di malam hari?' Aisyah menjawab, 'Jika Nabi s.a.w bangun di malam hari, maka beliau membuka sholatnya dengan bacaan doa :
(yang artinya: Ya Alloh, Robbnya malaikat Jibril, Mika'il dan Isrofil, Pencipta langit dan bumi, serta yang mengetahui yang ghoib dan yang nampak, Engkau yang membuat hukum(untuk memutuskan perkara) diantara hamba-hamba-Mu mengenai apa yang mereka perselisihkan. Maka, berikanlah aku petunjuk akan kebenaran tentang apa yang diperselisihkan padanya dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus."
HR. Muslim (770)

Imam Nawawi di dalam Al-Majmu' mengatakan, "Disunnahkan bagi setiap orang yang bangun untuk mengerjakan sholat malam agar mengusap wajahnya, bersiwak, serta memandang ke langit seraya membaca ayat-ayat akhir surat Ali 'Imron, yaitu, 'Inna fî kholqis samâwâti wal ardhi..
Hal ini berdasarkan pada hadits dari Rosulullah s.a.w yang disebutkan dalam Ash-Shohîhain."
Al Majmû' (IV/45).

# Bersiwak Ketika Hendak Sholat

Diriwayatkan dari Hudzaifah r.a. , bahwa Nabi s.a.w jika bangun untuk mengerjakan sholat tahajud di malam hari, maka beliau membersihkan mulutnya dengan menggunakan siwak.
HR. Bukhori (245) dan Muslim (255).

# Membangunkan Istri Untuk Ikut Sholat Malam

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, bahwa ia berkata : "Rosulullah sholallohu alaihi wassalam mengerjakan sholat malam, dan ketika beliau hendak witir, maka beliau berkata, 'Bangunlah dan kerjakanlah sholat witir, wahai Aisyah'."
HR. Bukhori (512) dan Muslim (744).

# Memulai Sholat Malam dengan Dua Roka'at Ringan

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. , bahwa ia berkata : " Rosulullah s.a.w itu jika bangun di malam hari untuk mengerjakan sholat, maka beliau membuka sholatnya dengan mengerjakan sholat dua rokaat ringan." HR. Muslim (767)

Diriwayatkan dari Zaid bin Kholid Al-Juhani r.a, bahwa ia berkata, "Aku pernah mengintip sholat malam yang dikerjakan Rosulullah s.a.w, dan ternyata beliau mengerjakan sholat dua rokaat ringan terlebih dahulu, baru kemudian mengerjakan dua rokaat yang panjang."
HR. Muslim (765).

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a , bahwa nabi s.a.w bersabda :
" Jika salah seorang diantara kalian mengerjakan sholat di malam hari, maka hendaklah ia membuka sholatnya dengan dua rokaat ringan."
HR. Muslim (768).

Imam Nawawi mengatakan, " ini merupakan bukti mengenai kesukaan beliau agar bisa lebih giat dan bersemangat lagi pada rokaat - rokaat berikutnya (setelah dibuka dengan dua rokaat ringan)."
Shohîh Muslim bi Syarhin Nawawî (IV/54).

Sabtu

Komentar Ilmuwan dan Dokter tentang Sholat Tahajud

Dokter Samir Ismail Hulwi
Sesungguhnya sholat malam memberikan energi dan spirit kepadamu, serta menghindarkan sakit punggung di kemudian hari. Sebuah studi kedokteran disebutkan bahwa orang-orang lanjut usia yang mengerjakan sholat malam dapat menikmati tingkat kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengerjakan sholat malam. Disamping itu, sholat malam juga menghindarkan seseorang dari terserang penyakit arteriosclerosis yang bisa menyebabkan serangan penyakit angina pectoris serta kram jantung dan otak. Sebab, orang yang bangun dimalam hari dan memutuskan jalannya tidur panjang berarti melakukan gerakan yang bisa menghindarkannya dari munculnya penyakit tersebut.
Al Lail Naumuhu wa Qiyamuhu, hal 61.

Al Hajj Abbas Karoroh mengatakan, " Sholat itu, disamping merupakan bentuk ketaatan kepada Sang Kholiq dan ketundukan kepada-Nya, merupakan olahraga yang banyak sekali manfaatnya. Sebab jasad manusia ini terdiri dari tulang, sendi, otot, urat, urat darah dan syaraf. Seluruhnya membutuhkan pelumasan setiap harinya dengan cara bergerak. Barangkali kejang kedua betis dan bisul pada punggung, akan menimpa orang-orang yang suka banyak tidur. Otot - otot pada tubuh manusia ini mencapai ratusan jumlahnya. Syaraf manusia juga banyak, yang tersebar, saling berhubungan dan bercabang-cabang pada tubuh manusia layaknya jalur listrik pada komputer. Tulang tulang pada tubuh manusia berjumlah 360 buah.

Jumat

Potret Sholat malam

Jika malam tiba, maka Abu Sulaiman Ad-Daroni berdiri (mengerjakan sholat) di migrobnya. Jika ia tak kuasa menahan kantuk, maka ia segera berkata, "Wahai jiwa, ingatlah kematian dan segala yang terjadi sesudahnya!" Akhirnya, ia pun terus mengerjakan sholat malam hingga fajar.
Mukhtashor Rounaqil Majalis, hal 67.

Mughiroh bin Habib berkata, "Aku pernah mengawasi Abdul Wahid bin Zaid selama sebulan. Aku lihat beliau tidak tidur malam sedikit pun. Setiap satu saat berlalu dari waktu malam, ia berkata kepada penduduk kampung, "Wahai penduduk, bangunlah! Dunia ini tidaklah tempat untuk tidur, karena sebentar lagi kalian akan segera dimakan oleh cacing.
Tanbihul Mughtarrin, hal.97

Senin

Istighfar di Akhir Malam / Tahajud

Anas bin Malik r.a pernah berkata, "Rosulullah saw memerintahkan kami untuk beristighfar 70 kali di waktu sahur."
Barangsiapa yang bisa tekun dan disiplin dalam menunaikannya, maka ia mendapatkan mulianya kedudukan orang-orang yang beristighfar di waktu sahur, yang dipuji oleh Allah swt melalui firman-Nya :
"Di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)."
(Adz-Dzariyat [51] : 18)

Sabtu

Tahajud Mencegah Penyakit

Sebuah penelitian ilmiah membuktikan, shalat tahajjud membebaskan seseorang dari pelbagai penyakit. Berbahagialah Anda yang rajin shalat tahajjud. Di satu sisi pundi-pundi pahala Anda kian bertambah, di sisi lain, Anda pun bisa memetik keuntungan jasmaniah. Insya Allah, Anda bakal terhindar dari pelbagai penyakit . Itu bukan ungkapan teoritis semata, melainkan sudah diuji dan dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Penelitinya dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Mohammad Sholeh, dalam usahanya meraih gelar doktor. Sholeh melakukan penelitian terhadap para siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya yang secara rutin memang menunaikan shalat tahajjud.
Ketenangan
Shalat tahajjud yang dilakukan di penghujung malam yang sunyi, kata Sholeh, bisa mendatangkan Ketenangan. Sementara ketenangan itu sendiri terbukti mampu meningkatkan ketahanan tubuh imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan meningkatkan usia harapan hidup. Sebaliknya, bentuk-bentuk tekanan mental seperti Stres maupun Depresi membuat seseorang rentan terhadap berbagai penyakit, infeksi dan mempercepat perkembangan sel kanker serta meningkatkan metastasis (penyebaran sel kanker). Tekanan mental itu sendiri terjadi akibat gangguan irama sirkadian (siklus bioritmik manusia) yang ditandai dengan peningkatan Hormon Kortisol. Perlu diketahui, Hormon Kortisol ini biasa dipakai sebagai tolok ukur untuk mengetahui kondisi seseorang apakah jiwanya tengah terserang stres, depresi atau tidak. Untungnya, kata Sholeh, Stres Bisa Dikelola. Dan pengelolaan itu bisa dilakukan dengan cara edukatif atau dengan cara Teknis Relaksasi atau Perenungan/Tafakur dan umpan balik hayati (bio feed back). "Nah, shalat tahajjud mengandung aspek meditasi dan relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai coping mechanism atau pereda stres yang akan meningkatkan ketahanan tubuh seseorang secara natural", jelas Sholeh dalam disertasinya berjudul Pengaruh Shalat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik.
Tahajjud harus secara Ikhlas & Kontinyu
Namun pada saat yang sama, shalat tahajjud pun Bisa Mendatangkan Stres, terutama bila Tidak Dilaksanakan Secara Ikhlas dan Kontinyu. "Jika tidak dilaksanakan dengan ikhlas, bakal terjadi kegagalan dalam menjaga homeostasis atau daya adaptasi terhadap perubahan pola irama pertumbuhan sel yang normal, tetapi jika dijalankan dengan ikhlas dan kontinyu akan sebaliknya", katanya kepada Republika. Dengan begitu, keikhlasan dalam menjalankan shalat tahajjud menjadi sangat penting. Selama ini banyak kiai, dan intelektual berpendapat bahwa ikhlas adalah persoalan mental-psikis. Artinya, hanya Allah swt yang mengetahui dan mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. Namun lewat penelitiannya, Sholeh berpendapat lain. Ia yakin, secara medis, ikhlas yang dipandang sebagai sesuatu yang misteri itu bisa dibuktikan secara kuantitatif melalui indikator sekresi hormon kortisol. "Keikhlasan Anda dalam shalat tahajjud dapat dimonitor lewat irama sirkadian, terutama pada sekresi hormon kortisolnya", kata pria yang meraih gelar doktor pada bidang psikoneoroimunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini. Dijelaskan Sholeh, jika ada seseorang yang merasakan sakit setelah menjalankan shalat tahajjud, besar kemungkinan itu berkaitan dengan niat yang tidak ikhlas, sehingga gagal terhadap perubahan irama sirkadian tersebut. Gangguan adaptasi itu tercermin pada sekresi kortisol dalam serum darah yang seharusnya menurun pada malam hari. Apabila sekresi kortisol tetap tinggi, maka produksi respon imunologik akan menurun sehingga berakibat munculnya gangguan kesehatan pada tubuh seseorang. Sedangkan sekresi kortisol menurun, maka indikasinya adalah terjadinyaproduksi respon imunologik yang meningkat pada tubuh seseorang. Niat yang tidak ikhlas, kata Sholeh, akan menimbulkan Kekecewaan, Persepsi Negatif, dan Rasa Tertekan. Perasaan negatif dan tertekan itu menjadikan seseorang rentan terhadap serangan stres. Dalam kondisi stres yang berkepanjangan yang ditandai dengan tingginya sekresi kortisol, maka hormon kortisol itu akan bertindak sebagai imunosupresif yang menekan proliferasi limfosit yang akan mengakibatkan imunoglobulin tidak terinduksi. Karena imunoglobulin tidak terinduksi maka sistem daya tahan tubuh akan menurun sehingga rentan terkena infeksi dan kanker. Kanker, seperti diketahui, adalah pertumbuhan sel yang tidak normal. "Nah, kalau melaksanakan shalat tahajjud dengan ikhlas dan kontinyu akan dapat merangsang pertumbuhan sel secara normal sehingga membebaskan pengamal shalat tahajjud dari berbagai penyakit dan kanker (tumor ganas)," kata alumni Pesantren Lirboyo Kediri Jatim ini. Menurutnya, shalat tahajjud yang dijalankan dengan tepat, kontinyu, khusuk, dan ikhlas dapat menimbulkan persepsi dan motivasi positif sehingga menumbuhkan coping mechanism yang efektif. Sholeh menjelaskan, respon emosional yang positif atau coping mechanism dari pengaruh shalat tahajjud ini berjalan mengalir dalam tubuh dan diterima oleh batang otak. Setelah diformat dengan bahasa otak, kemudian ditrasmisikan ke salah satu bagian otak besar yakni Talamus. Kemudian, Talamus menghubungi Hipokampus (pusat memori yang vital untuk mengkoordinasikan segala hal yang diserap indera) untuk mensekresi GABA yang bertugas sebagai pengontrol respon emosi, dan menghambat Acetylcholine, serotonis dan neurotransmiter yang lain yang memproduksi sekresi kortisol. Selain itu, Talamus juga mengontak prefrontal kiri-kanan dengan mensekresi dopanin dan menghambat sekresi seretonin dan norepinefrin. Setelah terjadi kontak timbal balik antara Talamus-Hipokampus-Amigdala-Prefrontal kiri-kanan, maka Talamus mengontak ke Hipotalamus untuk mengendalikan sekresi kortisol.

15 Destinasi Tempat Wisata

Paket Tour Wisata Jogja

Paket Tour Wisata Jogja Harga Termurah, Asyik dan Menyenangkan

Klik WhatsApp

Diskon Hari 10%

Bus Medium Jogja

Sewa Bus Medium 30 Seat, AC Dingin, Karaoke, Driver Profesional

Klik WhatsApp